Johannes van den Bosch adalah pencetus ide tanam paksa ( Cultuurstelsel ). Ia seorang penasehat Raja Willem I yang kemudian karena ide gilanya itu, dia diangkat menjadi Gubernur Jendral di Indonesia. Dalam tanam paksa, Belanda sudah menentukan tanaman apa yang akan dijadikan komoditas perdagangan. Tanaman yang ditentukan jelas merupakan komoditas yang paling menguntungkan, seperti tebu, nila, tembakau, kopi, teh, lada, kina, pala, dan kayu manis. Komoditas ini sangat laku dalam perdagangan internasional. Pelaksanaan tanam paksa di Jawa berlangsung lebih kurang selama 40 tahun dan memberikan hasil yang baik bagi pemerintah colonial Belanda. Pemerintah Belanda mampu membangun kota Amsterdam dan pembangunan kekuatan militer yang lebih kuat. Kejahatan tanam paksa ini telah menghancurkan tradisi pertanian di Pulau Jawa. Para petani sangat sengsara, tanah pertanian terjual, banyak petani pemilik tanah menjadi buruh tani, peningkatan jumlah kematian bagi masyarakat Jawa era tanam paksa, generasi berikutnya sangat trauma terhadap pertanian sehingga mereka melakukan urbanisasi ke kota-kota.
Beruntung kita yang hidup di zaman ini tidak mengalami zaman tanam paksa-nya Van den Bosch, namun secara tidak sadar dalam kehidupan kita saat ini kita mencetuskan kembali ide Van den Bosch tersebut namun dalam bentuk yang berbeda, “ Materialisme “.
Materialisme itulah Van den Bosch saat ini, dan kita dipaksa untuk menanam segala sesuatunya yang menguntungkan untuk kehidupan kita. Tidak ada yang salah sebenarnya jika kita mempersiapkan kehidupan kita yang lebih baik nantinya, namun dalam pelaksanaannya sama halnya seperti penyelewengan yang terjadi pada zaman Van den Bosch ( dimana seharusnya menurut ketentuan, pemerintahan kolonial mengadakan perjanjian dengan rakyat terlebih dahulu, tetapi dalam prakteknya, dilakukan tanpa perjanjian dengan penduduk desa sebelumnya dan dengan cara paksaan. Sehingga, banyak terjadi penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pegawai kolonial, bupati dan kepala desa itu sendiri mengakibatkan timbul penderitaan pada penduduk desa ) kita sekarang ini diibaratkan para pegawai colonial, bupati dan kepala desa tersebut yang sibuk menumpuk kekayaan, melakukan suatu hubungan berdasarkan untung rugi dan memanfaatkan orang-orang sekitar demi kepentingan kita pribadi. Lalu setelah itu sibuk menonjolkan Amsterdam yang kita punya, tidak rela untuk berderma, hanya urusan kebanggan diri semata. Dan akhirnya si kaya semakin tinggi hati, dan sang papa semakin rendah diri.
* Mengenang tragedy Harley Davidson n The Marlboro Man, dari camar, bintaro permai, dan berakhir di cempedak dengan sahabat gw yang gak pernah memikirkan untung rugi dalam berteman, di atas vespa biru tua *
0 comments:
Post a Comment