Sunday, November 11, 2012
Posted by HerPoer
No comments | 7:57 AM
Aku sangat menyukai hal-hal yang tradisional, termasuk tarian tradisional. Oleh karena itu ketika berkunjung ke Bali, Uluwatu masuk sebagai destinasi yang harus aku singgahi guna menyaksikan pertunjukan tari Kecak. Sebenarnya ada tempat lain yang juga mempertunjukkan tarian Kecak, namun hasil browsing sana-sini dan referensi dari beberapa temanku, pertunjukan Kecak di Uluwatulah yang paling menarik, karena menurut mereka kita akan disuguhi sunset sebagai latar belakang nyata yang indah.
Singkatnya aku tiba di Uluwatu, setelah membayar tiket seharga Rp.70.000 dan dililitkan selendang kuning, dan sebuah pesan sebaiknya kacamataku disimpan karena ditakutkan dirampas para kera yang kebetulan banyak berkeliaran, aku menuju ke tempat pertunjukkan yang masih harus ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 10 menit. Latar belakang laut lepas dengan tebing yang menjorok ke lautan menghiasi perjalananku setelah melewati pepohonan yang rapat dan banyak kera mengintai. Debur ombak dibawahku dapat kusaksikan langsung, dan diujung sana cakrawala berpagut mesra dengan bibir lautan, sungguh suatu pemandangan yang mempesona.
Ketika aku tiba, pertunjukan tari Kecak sudah berlangsung, namun dengan sigap seorang pemandu membimbingku mencarikan tempat untuk duduk. Dan mulailah mulutku ternganga karena ada semacam magis yang ditimbulkan dari pertunjukkan yang aku saksikan. Tarian ini beda sekali dengan yang selama ini aku saksikan lewat layar televisi. Tanpa bantuan alat musik, puluhan laki-laki bertelanjang dada meneriakkan " Cak " dengan nada yang berbeda-beda sehingga tercipta sebuah harmoni unik namun menggugah rasa.
Kecak ini mengambil cerita Ramayana, yang kalau di pulau Jawa mengambil lakon Hanoman Obong. Lalu yang menarik disini adalah Hanoman berlaku sebagai penyegar suasana juga, dengan melakukan berbagai adegan yang mengundang gelak tawa. Salah satunya adalah ketika tengah bertarung dengan para raksasa tiba-tiba dia melompat ke sampingku dan mengambil air mineral yang aku bawa lalu pura-pura meminumnya. Sungguh suatu pertunjukan yang menarik, oh iya pertunjukan ini dilakukan di sebuah lempengan batu bundar besar layaknya koloseum, bedanya tempat duduknya tidak melingkari penuh, sehingga terdapat semacam layar background nyata yang menyajikan keelokan senja dengan matahari yang mulai sedikit-demi sedikit bersembunyi menuju peraduannya.
Namun hamparan langit senja yang mempesona tersebut tiba-tiba mulai berubah kelabu, awan mendung mulai menggantung dan sedikit mulai merisaukan beberapa pengunjung. Dan tak berapa lama hujan rintik mulai turun, aku masih coba bertahan dan beberapa pengunjung pun melakukan hal yang sama. Namun ketika hujan mulai turun dengan cukup deras semua langsung berhamburan mencari perlindungan. Aku sibuk menyelamatkan kameraku terlebih dahulu, sehingga alhasil badanku basah kuyup. Hahahahaha.........ending yang tidak mengasyikkan, namun sekali lagi aku harus dibuat bangga dengan kekayaan budaya Indonesiaku tercinta.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment